SUKSESKAN SENSUS PENDUDUK 2010

SUKSESKAN SENSUS PENDUDUK 2010
SELAMAT BERTUGAS BUNG HITUNG

Jumat, 04 September 2009

Produk Domestik Regional Bruto

1. Gambaran Umum

Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah harus terus menerus dipantau. Hal ini ditujukan untuk melihat perkembangan kondisi tingkat kesejahteraan masyarakat. Tentunya semua pihak berharap kesejahteraan masyarakat terus meningkat. Dengan melihat perkembangan dan pertumbuhan ekonomi diharapkan pemerintah dapat merencanakan dengan tepat pembangunan yang akan dilaksanakan. Sehingga bisa berdampak kepada kesejahteraan masyarakat.

Salah satu indikator yang dapat dijadikan landasan monitoring dan evaluasi pembangunan ekonomi yaitu dengan melihat angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dari data PDRB dapat dilihat kondisi perkembangan dan pertumbuhan setiap sektor dan subsektor ekonomi. Dan selanjutnya dapat disusun perencanaan dan strategi pembangunan yang tepat pada tahun-tahun selanjutnya, yang diharapkan akan meningkatkan aktifitas perekonomian seluruh komponen masyarakat, sehingga berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

PDRB merupakan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha pada suatu daerah dalam satu tahun. Dilihat dari metode penghitungannya, data PDRB ditampilkan dalam dua macam data. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tersebut, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar. Sedangkan pemanfaatannya, PDRB atas dasar harga berlaku terutama digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

Agar data PDRB yang dihitung oleh masing-masing BPS di daerah dapat dibandingkan antara satu daerah dengan daerah yang lain, maka konsep definisi, cakupan data dan metode penghitungan yang dipakai harus seragam. Untuk menjaga keseragaman konsep, definisi, metode, dan cakupan data yang dipakai di seluruh daerah, Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Kalimantan Timur secara langsung maupun tidak langsung memberikan bimbingan teknis dan pengarahan yang diperlukan, karena secara teori PDRB Kabupaten/Kota tidak dapat dipisahkan dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Propinsi baik dari segi konsep, definisi, metodologi, cakupan dan sumber datanya. Hal ini untuk menjaga kelayakan dan konsistensi hasil penghitungan PDRB setiap Kabupaten/kota, maupun antar Kabupaten/kota dan Propinsi. Untuk mempermudah melakukan studi perbandingan dan analisa-analisa lainnya, maka tahun dasar yang dipakai di tingkat propinsi telah pula diterapkan secara serentak oleh seluruh Kabupaten/ Kota. Hal serupa juga dilakukan di seluruh daerah di Indonesia, sehingga dalam skala nasional, kondisi perekonomian Indonesia bisa dilihat dari data PDB (Produk Domestik Bruto).

Penghitungan PDRB di Kabupaten Paser dilakukan secara berkala oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Paser bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Paser. Untuk memperoleh seri PDRB yang cukup panjang dan up to date dilakukan perbaikan penghitungan PDRB setiap tahunnya sesuai dengan perkembangan dan kelengkapan data yang tersedia.

2. Penggunaan Tahun Dasar

Pada tahun 2007 ini, penghitungan PDRB menggunakan masih menggunakan tahun dasar 2000. Penghitungan dengan tahun dasar 2000 ini telah dilakukan sejak tahun 2005. Sedangkan penghitungan PDRB tahun 2004 ke belakang masih menggunakan tahun dasar 1993. Namun untuk dapat melihat series angka PDRB dengan tahun dasar 2000, maka dihitung juga PDRB tahun 2000 sampai 2004 atas dasar harga konstan tahun 2000.

Perubahan tahun dasar dari tahun dasar 1993 ke tahun dasar 2000 ini disebabkan oleh perubahan kondisi perkonomian secara nasional. Secara rinci alasan-alasan perubahan tahun dasar dari tahun 1993 menjadi tahun 2000 adalah sebagai berikut :

► Pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan tahun dasar 1993 menjadi makin tidak realistis karena perubahan struktur ekonomi yang relatif cepat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDB tahun dasar 1993 menjadi kerendahan.
► Menurut rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagaimana tertuang dalam buku panduan yang baru “Sistem Neraca Nasional” dinyatakan bahwa estimasi PDB atas dasar harga konstan sebaiknya dimutakhirkan secara periodik dengan menggunakan tahun referensi yang berakhiran 0 dan 5 dan hal ini juga sudah didukung oleh komitmen pimpinan BPS negara Asean tahun 2000. Hal itu dimaksudkan agar besaran angka-angka PDB dapat saling diperbandingkan antar negara dan antar waktu guna keperluan analisis kinerja perekonomian dunia.
► Beberapa sektor mengalami perubahan data-data dasar. Pertambahan kegiatan ini telah diantisipasi sebelumnya tetapi belum diakomodasikan dalam perhitungan NTB. Perubahan tahun dasar merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan beberapa perbaikan data dasar dan metode penghitungan.

Sedangkan alasan tahun 2000 dijadikan tahun dasar, secara teknis memiliki beberapa alasan, yaitu :

► Karena cakupan terus disempurnakan, dalam jangka waktu tujuh tahun juga telah terjadi perubahan struktur/bentuk komoditas serta kombinasi harga yang sangat signifikan. Perbaikan cakupan terutama di sektor pertanian (tabama dan perkebunan). Perubahan komoditi umumnya di sektor industri pengolahan (elektronik/teknologi informatika). Di sisi lain juga terjadi perubahan dalam komposisi harga antara sektor primer, sekunder dan tersier.

► Perkembangan ekonomi dunia dalam kurun waktu 1993-2000 yang diwarnai oleh globalisasi tentunya akan berpengaruh kepada perekonomian domestik. Masih dalam periode tersebut, pada pertengahan tahun 1997 hadirnya krisis ekonomi juga berdampak kepada perubahan struktur perekonomian Indonesia. Secara ringkas, bisa dinyatakan bahwa struktur ekonomi tahun 2000 telah berbeda dengan tahun 1993. Untuk itu, pemutakhiran tahun dasar penghitungan PDB dari tahun 1993 ke tahun 2000 menjadi perlu dilakukan agar hasil estimasi PDB sektoral maupun penggunaannya akan menjadi realistik, dalam pengertian mampu memberikan gambaran yang jelas terhadap fenomena pergeseran struktur produksi lintas sektor.

► Pada tahun 2000, BPS telah merampungkan penyusunan Tabel Input Output Indonesia 2000. Tabel I-O tersebut secara baku dipakai sebagai basis bagi penyusunan series baru penghitungan PDB baik sektoral maupun penggunaan. Besaran PDB yang diturunkan dari Tabel I-O telah mengalami uji konsistensi pada tingkat sektoralnya dengan mempertimbangkan kelayakan struktur permintaan maupun penawarannya. Oleh karena itu, Struktur Perekonomian Indonesia yang digambarkan melalui Tabel I-O tersebut dapat menjadikan sebagai kerangka dasar (bench marking) bagi penyempurnaan penghitungan estimasi PDB.

► Dalam waktu dekat, penyusunan series Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) maupun Indeks Harga Konsumen (IHK) akan menggunakan tahun dasar yang baru, yaitu tahun 2000. Penyempurnaan metodologi berikut perluasan cakupan komoditinya akan menghasilkan suatu series IHPB dan IHK baru yang akan digunakan sebagai deflator dalam penghitungan estimasi PDB sektoral maupun penggunaan. Sejalan dengan pergeseran tahun dasar ke tahun 2000 diharapkan ke dua jenis indeks harga tersebut dapat mendukung langkah penyempurnaan penghitungan estimasi PDB ke depannya.
► Ketersediaan data dasar (raw data) baik harga maupun volume (quantum) tahun 2000 secara rinci pada masing-masing sektor ekonomi relatif lebih lengkap dan berkelanjutan dibandingkan kondisi pada tahun 1993. Hal itu dimungkinkan karena berbagai Departemen/Kementrian maupun Instansi Pemerintah lainnya juga ikut membangun statistik bagi keperluan perencanaan sektoralnya masing-masing. Dengan dukungan data-data yang lebih lengkap dan terinci serta berkesinambungan, diharapkan estimasi PDB dengan tahun dasar 2000 dapat disusun lebih akurat dan konsisten.

3. K l a s i f i k a s i

Klasifikasi sektor dan data PDRB atas dasar harga berlaku dan harga konstan tahun 2000 tidak berbeda jika dibandingkan dengan klasifikasi sektor tahun 1993, yaitu sebagai berikut :

Sektor 1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
Sektor 2. Pertambangan dan Penggalian
Sektor 3. Industri Pengolahan
Sektor 4. Listrik, Gas dan Air Bersih
Sektor 5. Bangunan
Sektor 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Sektor 7. Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor 8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan
Sektor 9. Jasa-jasa


A. PUBLIKASI Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha

Pada publikasi PDRB menurut lapangan usaha ini dimuat tabel-tabel nilai tambah bruto sektor dan subsektor, laju pertumbuhan, kontribusi per sektor, PDRB per kapita atas dasar harga berlaku dan harga konstan 2000, dan pendapatan perkapita.

Agar pengguna data dapat lebih memahami tabel-tabel tersebut, disajikan pula beberapa penjelasan singkat tentang ruang lingkup, metodologi, konsep dan definisi, serta sumber data penghitungan nilai tambah masing-masing sektor/sub sektor. Ulasan deskriptif juga disajikan untuk memperoleh gambaran umum tentang kondisi perekonomian Kabupaten Paser.


C. KONSEP DAN DEFINISI

Agar hasil perhitungan PDRB dapat dibandingkan dengan Kabupaten/kota lain dan atau Propinsi bahkan Nasional, maka beberapa konsep dan definisi yang melandasi penghitungan PDRB seluruh Indonesia diseragamkan, baik pengertian, ruang lingkup/cakupan data, metode penghitungan dan lain-lain. Ini didasarkan dari konsep dan metode yang digunakan oleh PBB yang tertuang dalam buku panduan yang baru “Sistem Neraca Nasional”. Berikut diuraikan beberapa pengertian/istilah dalam penghitungan PDRB :

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Pasar

Angka PDRB atas dasar harga pasar dapat diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah itu. Yang dimaksud dengan nilai tambah adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara. Nilai tambah bruto di sini mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari seluruh sektor tadi, akan diperoleh Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Pasar.


2. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Harga Pasar

Perbedaan antara konsep neto di sini dan konsep bruto ialah karena pada konsep bruto penyusutan masih termasuk di dalamnya, sedangkan pada konsep neto komponen penyusutan telah dikeluarkan. Jadi PDRB atas dasar harga pasar dikurangi penyusutan akan diperoleh Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Harga Pasar.

Penyusutan yang dimaksud di sini ialah nilai susutnya (ausnya) barang-barang modal yang terjadi selama barang modal tersebut ikut serta dalam proses produksi. Jika susutnya barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, maka hasil­nya merupakan "Penyusutan" yang dimaksud di atas.

3. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Biaya Faktor

Perbedaan antara konsep biaya faktor dan konsep harga pasar di atas, ialah karena adanya pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dan subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung ini meliputi pajak penjualan, bea ekspor, cukai dan lain-lain pajak, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan. Pajak tak langsung dari unit-unit produksi, yang biasanya mengakibatkan naiknya harga.

Jadi pajak tidak langsung dan subsidi mempunyai pengaruh terhadap harga barang-barang, hanya yang satu berpengaruh menaikkan sedang yang lain menurunkan harga, hingga kalau pajak tidak langsung dikurangi subsidi akan diperoleh pajak tidak langsung neto. Kalau PDRN atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung netto, maka hasilnya adalah Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Biaya Faktor.

4. Pendapatan Regional

Dari konsep-konsep yang diterangkan di atas dapat diketahui bahwa PDRN atas dasar biaya faktor itu sebenarnya merupakan jumlah balas jasa faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di wilayah tersebut. PDRN atas dasar biaya faktor, merupakan jumlah dari pendapatan yang berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan yang timbul, atau merupakan pendapatan yang berasal dari wilayah tersebut. Akan tetapi pendapatan yang dihasilkan tadi, tidak seluruhnya menjadi pendapatan penduduk region itu, sebab ada sebagian pendapatan yang diterima oleh penduduk region lain, misalnya suatu perusahaan yang modalnya dimiliki oleh orang luar, tetapi perusahaan tadi beroperasi di region tersebut, maka dengan sendirinya keuntungan perusahaan itu sebagian akan menjadi milik orang luar, yaitu milik orang yang mempunyai modal tadi. Sebaliknya kalau ada penduduk region ini menanamkan modal di luar region maka sebagian keuntungan-keuntungan perusahaan tadi akan mengalir ke dalam region tersebut, dan menjadi pendapatan dari pemilik modal tadi.

Kalau PDRN atas dasar biaya faktor dikurangi dengan pendapatan yang mengalir tadi, maka hasilnya akan merupakan Produk Regional Neto yaitu merupakan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income receipt) oleh seluruh penduduk yang tinggal di region yang dimaksud. Produk region neto inilah yang seharusnya merupakan Pendapatan Regional. Akan tetapi untuk mendapatkan angka-angka tentang pendapatan yang mengalir keluar masuk ini (yang secara nasional dapat diperoleh dari Neraca Pembayaran Luar Negeri) masih sangat sukar dilakukan, hingga Produk Region itu terpaksa belum dapat dihitung dan untuk sementara dalam penghitungan ini PDRN dianggap sebagai Pendapatan Regional. Bila Pendapatan Regional ini dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di region itu, maka akan menghasilkan suatu pendapatan per kapita.

5. Pendapatan Perorangan dan Pendapatan Yang Siap Untuk Dibelanjakan

Dari yang diutarakan di atas, maka konsep-konsep yang dipakai dalam Pendapatan Regional dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar (GRDP at market prices) dikurangi penyusutan akan sama dengan :
b) Produk Domestik Regional Neto atas dasar harga pasar (NRDP at market prices) dikurangi pajak tidak langsung neto, akan sama dengan :
c) Produk Domestik Regional Neto atas dasar biaya faktor (NRDP at factor cost) ditambah pendapatan neto yang mengalir dari/ke daerah akan sama dengan :
d) Pendapatan Regional (Regional Income) dikurangi pajak pendapatan perusahaan (cooporate income taxes), keuntungan yang tidak dibagikan (unditributed profit), iuran kesejahteraan sosial (social security contribution), di bawah transfer yang diterima oleh rumahtangga, bunga neto atas bunga pemerintah, akan sama dengan:
e) Pendapatan Perorangan (Personal Income) dikurangi pajak rumah tangga, dan transfer yang dibayarkan oleh rumah tangga akan sama dengan :
f) Pendapatan yang siap dibelanjakan (Dispossible Income).

Dengan susunan ini terlihat bahwa pendapatan Perorangan merupakan pendapatan yang diterima oleh rumahtangga. Ternyata tidak seluruh pendapatan diterima oleh rumahtangga. Hal ini disebabkan oleh karena sebagian tidak dibayar kepada rumahtangga, akan tetapi pajak pendapatan perusahaan diterima oleh pemerintah, keuntungan yang tidak dibagikan ditahan perusahaan-perusahaan dan dana jaminan sosial dibayarkan kepada instansi-instansi yang berwenang. Tetapi sebaliknya rumahtangga masih menerima tambahan yang merupakan transfer baik dari pemerintah maupun perusahaan dan bunga netto atas hutang pemerintah. Bila pendapatan perorangan ini dikurangi dengan pajak yang langsung dibebankan kepada rumahtangga, maka hasilnya merupakan pendapatan yang siap dibelanjakan (Dispossible Income).

6. Produk Domestik dan Produk Regional

Seluruh produk barang dan jasa yang diproduksi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari/atau dimiliki oleh penduduk region tersebut, merupakan produk domestik region yang bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya kegiatan produksi tersebut merupakan pendapatan domestik. Yang dimaksud dengan wilayah domestik atau region adalah meliputi wilayah yang berada di dalam batas geografis region tersebut.

Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi yang melakukan kegiatan produksi di suatu region berasal dari region lain demikian juga sebaliknya faktor produksi yang dimiliki region tersebut ikut pula dalam proses produksi di region lain. Hal ini menyebabkan bertambah/berkurangnya nilai produksi domestik yang diterima penduduk region tersebut.

Yang dimaksud dengan Produk Regional adalah Produk Domestik ditambah pendapatan dari luar region dikurangi dengan pendapatan yang dibayar ke luar region tersebut. Jadi Produk Region merupakan produk yang ditimbulkan oleh Faktor Produksi yang dimiliki penduduk suatu region.

7. Pendapatan Regional Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan

Seperti telah diuraikan di atas angka-angka pendapatan regional antara lain dapat dipakai untuk mengukur kenaikan tingkat pendapatan, kenaikan itu disebabkan oleh dua faktor :

a) Kenaikan pendapatan yang betul-betul dapat menaikkan daya beli penduduk/ kenaikan riil.
b) Kenaikan pendapatan yang disebabkan karena adanya inflasi (merosotnya nilai uang) kenaikan pendapatan ini tidak menaikkan daya beli penduduk dan kenaikan seperti ini merupakan kenaikan semu (tidak riil). Oleh karena itu untuk mengetahui pendapatan yang sebenarnya (riil), maka faktor inflasi terlebih dahulu harus dikeluarkan dan hasilnya disebut pendapatan regional atas dasar harga konstan. Pendapatan regional dengan faktor inflasi yang masih ada di dalamnya merupakan pendapatan regional atas dasar harga berlaku. Dengan alasan inilah, maka pendapatan regional perlu disajikan dalam dua bentuk, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan.

D. METODE PENGHITUNGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Produk Domestik Regional Bruto dapat dihitung melalui dua metode yaitu :
► Metode langsung
► Metode tidak langsung

1. Metode Langsung

Metode langsung dapat dilakukan dengan mempergunakan 3 macam pendekatan yaitu : pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran.

a. Pendekatan Produksi

Pendekatan segi produksi ini bermaksud menghitung nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari masing-masing total produksi bruto tiap-tiap sektor atau sub sektor. Pendekatan ini banyak digunakan pada perkiraaan nilai tambah dari kegiatan-kegiatan produksi yang ber-bentuk barang, seperti pertanian, pertambangan, industri dan sebagainya. Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi dalam proses produksi.

b. Pendekatan Pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan maka nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Untuk sektor pemerintah dan usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Yang dimaksud surplus usaha di sini adalah bunga neto, sewa tanah dan keuntungan.

Metode pendekatan ini banyak dipakai pada sektor yang produksinya berupa jasa seperti pada sub sektor pemerintahan. Hal ini disebabkan tidak tersedianya atau kurang lengkapnya data mengenai nilai produksi dan biaya antara (Production Account).

c. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan dari segi pengeluaran bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Jadi kalau dilihat dari segi penggunaan maka total suplai dari barang dan jasa itu digunakan untuk :

1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Swasta Yang Tidak Mencari Untung
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Stok dan
6. Ekspor Neto

Dipakainya istilah ekspor neto di sini adalah karena yang akan dihitung hanya nilai barang dan jasa yang berasal dari produksi dalam negeri, maka dari jumlah penyediaan di atas perlu dikeluarkan kembali nilai impornya.

2. Metode Tidak Langsung

Sedangkan metode tidak langsung adalah dengan cara alokasi yaitu mengalokir Pendapatan Nasional menjadi Pendapatan Regional dengan memakai berbagai macam indikator sebagai alokatornya.

Metode tidak langsung adalah semacam cara mengalokasikan Produk Domestik Bruto ke tiap propinsi dengan menggunakan alokator tertentu, alokatornya dapat berupa :

a. Nilai Produksi Bruto atau Neto setiap sektor/sub sektor
b. Jumlah Produksi Fisik
c. Tenaga Kerja
d. Penduduk dan
e. Alokator Tidak Langsung


E. CARA PENYAJIAN DAN ANGKA INDEKS

Agregat-agregat pendapatan seperti yang telah diuraikan di atas, secara seri selalu disajikan dalam dua bentuk yaitu atas dasar harga yang berlaku dan atas dasar harga konstan sebagai tahun dasar.

1. Pada penyajian atas dasar harga yang berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun pada penilaian komponen nilai tambah.
2. Pada penyajian atas dasar harga konstan (tahun dasar), semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga tetap yang terjadi pada tahun dasar. Karena menggunakan harga tetap, maka perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan riil dan bukan karena kenaikan harga.

Agregat-agregat pendapatan tersebut disajikan dalam bentuk laju pertumbuhan (indeks berantai dikurang 100), distribusi persentase, indeks perkembangan dan PDRB per kapita, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Laju pertumbuhan diperoleh dengan membagi nilai pada masing-masing tahun dengan nilai pada tahun sebelumnya, dikalikan 100 lalu hasilnya dikurang 100 (indeks berantai dikurang 100). Angka ini menunjukkan tingkat pertumbuhan agregat pendapatan untuk masing-masing tahun dibandingkan tahun sebelumnya.
2. Distribusi persentase diperoleh dengan cara membagi nilai tambah bruto (NTB) masing-masing sektor/ sub sektor dengan total NTB seluruh sektor atau PDRB lalu dikali 100.
3. Indeks perkembangan diperoleh dengan membagi nilai-nilai pada masing-masing tahun dengan nilai pada tahun dasar, dikalikan 100. Indeks ini menunjukkan tingkat perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun terhadap tahun dasarnya.
4. PDRB per kapita diperoleh dengan cara membagi nilai tambah bruto (PDRB) dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.


F. PENGHITUNGAN SERI PENDAPATAN NASIONAL/REGIONAL ATAS DASAR HARGA KONSTAN

Penghitungan seri Pendapatan Nasional/Regional Atas Dasar Harga Konstan tahun dasar sangat penting untuk melihat perkembangan riil dari tahun ke tahun dari setiap agregat ekonomi yang diamati. Agregat yang dimaksud dapat merupakan produk domestik bruto secara keseluruhan maupun nilai tambah sektoral atas dasar harga konstan, dimana teknik atau metode penghitungannya dapat diuraikan sebagai berikut :

1. R e v a l u a s i

Dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar 2000, dan hasilnya merupakan output dan biaya antara hasil perhitungan di atas. Dalam praktek, sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang terlalu banyak di samping data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut.

Oleh karena itu biaya antara atas dasar harga konstan biasanya diperoleh dari perkalian antara output masing-masing tahun dengan rasio tetap biaya antara tahun dasar terhadap output.

2. E k s t r a p o l a s i

Nilai tambah masing masing tahun atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun 2000 dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang dihitung.

Ekstrapolasi dapat juga dilakukan terhadap perhitungan output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan.

3. D e f l a s i

Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 untuk masing-masing tahun diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga perdagangan besar dan sebagainya.

Indeks harga di atas dapat pula dipakai sebagai inflator, yaitu nilai tambah atas dasar harga yang berlaku justru diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harga tersebut.

4. Deflasi Berganda

Dalam deflasi berganda ini, yang dideflasi adalah output dan biaya antara, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk penghitungan output atas dasar harga konstan biasanya merupakan indeks harga produsen atau indeks harga perdagangan besar sesuai dengan cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar. Kenyataannya sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara, di samping karena komponennya terlalu banyak juga karena indeks harganya belum tersedia secara baik. Oleh karena itu dalam penghitungan harga konstan deflasi berganda ini belum banyak dipakai. Penghitungan komponen penggunaan produk domestik bruto atas dasar harga konstan juga dilakukan dengan menggunakan cara-cara di atas, tetapi mengingat data yang tersedia maka cara deflasi dan ekstrapolasi lebih banyak dipakai.
Selengkapnya Silahkan Download disini "Klik Disini"

Kecamatan Dalam Angka

Publikasi Kecamatan Dalam Angka merupakan publikasi tahun yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser. Publikasi ini berisikan tentang gambaran geografi, pemerintahan, kependudukan, pendidikan, kesehatan, ekonomi sosial, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pembangunan di level kecamatan.

Harapan kami, semoga apa yang kami sajikan dalam publikasi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Sumbang saran bagi perbaikan publikasi ini ke depan sangat kami harapan.


Sekian terima kasih.


Team Penyusun KDA


Untuk download publikasi "Silahkan Klik Disini"